Std. Dipta Gianyar Bali.
Menuju Std. Jatidiri Semarang.
Awaydays Selalu Menyisakan Cerita. jika ada orang bertanya,, kamu dibayar berapa, kok sampai rela melakukan itu semua. jauh jauh datang ke kota orang cuma untuk teriak teriak di stadion.
kami jawab :
kami tidak dibayar sepeserpun dari pihak manajemen. TIDAK DIBIAYAI. bahkan kami yang mengeluarkan uang untuk bisa ikut awaydays. kami meluangkan waktu hanya untuk bisa awaydays. dan jangan anggap cuma cuma teriakan kami. teriakan kami adalah semangat kami. semangat sang klub kebanggaan juga. dengan teriakan ini, sang kebanggaan akan berlari lebih cepat dari biasanya. berjuang lebih keras dari biasanya. kami awaydays, datang ke luar kota mendukung PSS Sleman murni karena cinta. MURNI. tak ada embel embel politik dll.
masih belum mengerti? baca bawah ini.
Pergi ke kandang lawan selalu menggairahkan. Ada atmosfir yang tak biasa dibandingkan mendukung di kandang sendiri. Ada bahaya, ada risiko, ada biaya yang mesti dikeluarkan, ada kompromi yang harus dibuat terkait jadwal kerja, sekolah, dll.
Tapi mendukung kesebelasan kesayangan di kandang lawan sangat penting untuk dijalani, terutama untuk mengukur kemampuan dan daya tahan diri sendiri, juga mental. Terbiasa nyaman di rumah sendiri, dalam hal sepakbola di kandang sendiri, bisa berdampak macam-macam: gampang merasa jumawa karena tidak pernah melihat dunia luar yang bisa jadi lebih hebat atau gampang minder karena tak tahu ada dunia luar yang lebih buruk ketimbang dunianya sendiri.
Mendukung kesebelasan di partai tandang, atau yang biasa dikenal sebagai away days, kadangkala memang merupakan ujian bagi loyalitas. Seringkali ini tak ada hubungannya dengan uang. Sebab yang utama adalah: niat.
Sangat banyak, kok, suporter yang punya dana berlimpah. Namun berapa persen yang getol pergi ke kandang lawan? Ya memang butuh niat khusus, ikhtiar tersendiri, juga usaha yang lebih dari sekadar uang untuk pergi ke kandang lawan.
Apalagi jika kita bicara kasus sepakbola Indonesia. Dengan bentang geografis dan kondisi infrastruktur di Indonesia, sebenarnya memang sangat tidak ramah bagi suporter lokal untuk berkeliling ke semua stadion dalam satu kompetisi penuh.
Belum lagi soal standar tata kelola yang belum mengenal kuota untuk kesebelasan tim tamu. Hampir tak ada standar, seringkali kuota untuk suporter tamu merupakan hasil rembukan antar dua suporter. Suporter tamu minta izin, sekaligus minta kuota, dari sanalah kuota untuk pendukung tamu biasanya baru keluar.
Karena kekhasan ala Indonesia inilah kadang, boleh jadi, istilah away days sebenarnya tidak memadai untuk fenomena di tanah air.
Pertama, karena dalam kasus Indonesia sangat biasa itu tak dilakukan hanya sehari dua hari. Bahkan bisa lebih. Kedua, karena dalam kasus Indonesia pergi ke kandang lawan itu seringkali urusannya bukan hanya menyangkut sepakbola.